MENGENAL TEKNOLOGI TRANSPORTASI LAUT
TEMA 9 KELAS 5 KEGIATAN BERBASIS LITERASI HALAMAN 205
(buku.kemdikbud.go.id) |
Sebagian besar penduduk Desa susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya, berprofesi sebagai nelayan. Setiap dua hari sekali, mereka berlayar ke laut untuk mencari ikan. Mereka sangat menggantungkan hidupnya pada hasil alam.
Sore hari tampak seorang anak perempuan bersama kakeknya duduk di tepi pantai. Mereka menikmati udara pantai dan pemandangan matahari terbenam. Tatkala ombak datan, sesekali kaki mereka tersentuh air laut.
"Kakek, lihatlah. Apakah yang akan mereka lakukan terhadap kapal itu?" tanya Delisa
"Oh, mereka membantu mendorong kapal baru milik salah satu nelayan. Mungkin nelayan itu yang akan berlayar dengan kapal barunya nanti malam," jawab kakek.
Delisa menganggukkan kepala mendengar penjelasan kakeknya. Delisa memperhatikan kerja sama nelayan di pantai itu. Kapal milik nelayan itu besar dan berat. Namun, kapal itu terasa ringan saat beberapa nelayan membantu mendorong kapal itu. Para nelayan membantu tanpa diminta. Mereka dengan ikhlas mendorong kapal.
Menurut kakek, warga di Desa Susoh terbiasa bergotong royong untuk menarik kapal baru dari daratan menuju perairan pantai. Budaya gotong royong peluncuran perdana kapal baru itu merupakan tradisi nelayan yang masih melekat dalam kehidupan sosial masyarakat Desa Susoh. Tradisi ini menunjukkan adanya kebersamaan dan mempererat tali persaudaraan antar warga Desa Susoh.
Walaupun bukan tanah kelahiran kakek, tetapi beliau hafal kebiasaan masyarakat Desa Susoh. Kakek lama tinggal di Desa Susoh saat beliau bertugas menjadi dokter desa. Menurut Kakek, gotong royong merupakan kearifan lokal yang sudah lama mengakar di Desa Susoh. Gotong royong tidak hanya tampak di pesisir pantai, tetapi di semua daerah di Aceh.
Delisa mengajak kakeknya berjalan-jalan mengelilingi pantai. Saat itu Delisa melihat sebuah kapal yang berukuran lebih kecil dari yang pertama ia lihat.
"Kok, perahu ini lebih kecil ya, Kek? ini masih digunakan untuk nelayan atau tidak, ya?" tanya Delisa.
Delisa memegang kayu kapal tersebut. Delisa mengamati bentuk dan ukuran kapal tersebut.
"Ini adalah kapal tradisional, Delisa. Perahu ini masih menggunakan tenaga manusia. Kapal ini berbeda dengan yang kamu lihat tadi. Kalau kapal yang didorong para nelayan dari daratan ke lautan tadi adalah kapal motor yang memiliki mesin. Kapal tadi memiliki ukuran lebih besar daripada kapal ini." kata kakek sambil menjelaskan perbedaan kedua kapal yang telah dilihat Delisa.
"Perlu kamu ketahui Nak, bahwa kapal bermesin merupakan bukti adanya perkembagnan alat transportasi. Khususnya alat transportasi laut yang digunakan nelayan saat mencari ikan di laut," kata kakek.
"Apakah kamu tahu, alat transportasi laut yang digunakan nenek moyang pada zaman dahulu Nak?" tanya kakek.
"APa Kek? Delisa tidak tahu,"
"Alat transportasi yang digunakan nenek moyang kita untuk menjelajah menyusuri sungai adalah rakit. Rakit adalah alat transportasi air yang paling sederhana. Sampai saat ini pengembangan teknologi kapal laut masih terus dilakukan. Ingat, negara kita adalah perairan atau maritim. Jadi, alat transportasi yang dapat mengarungi perairan sangat dibutuhkan," kata kakek.
"Wah, kapal apa yang digunakan nelayan di masa depan, yak, Kek?" tanya Delisa
"Tentu para nelayan akan menggunakan teknologi yang lebih canggih, Delisa. Jika kamu mau belajar, kamu bisa menciptakan kapal nelayan yang lebih canggih kelas," kata kakek.
Delsia tersenyum mendengar ucapan kakeknya.
"Tapi Delisa kan perempuan, kek?"
"Asal mau belajar rajin, tidak ada cita-cita yang tidak tercapai," kata kakek.
"Iya Kek," jawab Delisa
Delisa dan kakek memutuskan kembali ke penginapan. Sepanjang perjalanan Delisa dan kakek melihat banyak penjual makanan, minuman, pakaian, dan kerajinan khas di Pantai Jilbab. Banyak iklan minuman, makanan ringan, restoran, dan penginapan yang terpampang di sepanjang jalan menuju tempat parkir. Di sepanjang jalan menuju tempat parkir itu pun kakek masih menjelaskan tentang kapal pesiar, kapal selam, dan kapal-kapal modern milik negara asing. Delisa dengan senang hati mendengarkan penjelasan kakeknya.
Di tempat parkir, Delisa melihat seseorang yang sedang mengukir. Delisa tertarik melihat lebih dekat.
"Kakek, ayo kita dekati ibu itu?" ajak Delisa
Kakek menuruti kemauan Delisa. Kakek mengikuti langkah kaki Delisa menuju tempat duduk seorang ibu.
"Apa yang ibu lakukan?" tanya Delisa
"Ini, Dik. Ibu sedang membantu suami memperhalus ukiran ini," jawab ibu
"Barang apa yang ibu buat?" tanya Delisa
"Suami ibu memproduksi alas Al Qur'an dari kayu yang diukir. Alas ini diukir sendiri oleh suami ibu. Kemudian, ibu diminta memperhalus kayu ini," jawab sang ibu sambil sesekali menggosok kayu dengan kain.
"Wah, bagus ya, kek. Ukiran suami ibu ini sangat etnik.
"Iya, Delisa. Ukiran khas Aceh memang unik. Seni ukir termasuk keterampilan seni rupa. Pastilah suami ibu ini seorang perupa." jelas kakek.
"Apakah benar suami ibu seorang seniman?" tanya Delisa
"Bukan, Dik. Suami ibu bukan seniman. Suami ibu memiliki keterampilan mengukir sejak muda. Ia belajar otodidak karena membantu usaha ayahnya sejak muda," kata sang ibu.
"oh, pantas saja hasil ukirannya sangat bagus," puji Delisa.
"Mengukir membutuhkan ketelatenan dan ketelitian, Delisa. Jika kamu ingin belajar mengukir, kamu harus teliti, telaten, dan sabar. Tidak setiap orang memiliki keterampilan seperti suami ibu ini," kata kakek.
"Iya, kek. Sebenarnya Delisa ingin belajar, tetapi suami ibu tidak ada," kata Delisa dengan sedih.
"Sebaiknya kita pulang dahulu ke penginapan. Hari semakin gelap. Besok kamu kembali lagi di sini. Kamu minta tolong ayah dan ibumu untuk mengantarmu ke sini. Besok kakek ada acara reuni, jadi tidak bisa mengantarmu di tempat ini," kata Kakek.
Delisa mengangguk mendengar nasihat kakeknya. Setelah pamitan kepada ibu penjual alas Alqur'an, Delisa dan kakek menuju mobil dan kembali ke penginapan. Di Dalam mobil Delisa masih berpikir tentang seni ukir pada alas Alqur'an. Delisa ingin sekali belajar mengukir. Delisa berharap esok hari dapat kembali menemui ibu penjual alas Alqur'an bersama ayah dan ibunya.
Walaupun bukan tanah kelahiran kakek, tetapi beliau hafal kebiasaan masyarakat Desa Susoh. Kakek lama tinggal di Desa Susoh saat beliau bertugas menjadi dokter desa. Menurut Kakek, gotong royong merupakan kearifan lokal yang sudah lama mengakar di Desa Susoh. Gotong royong tidak hanya tampak di pesisir pantai, tetapi di semua daerah di Aceh.
Delisa mengajak kakeknya berjalan-jalan mengelilingi pantai. Saat itu Delisa melihat sebuah kapal yang berukuran lebih kecil dari yang pertama ia lihat.
"Kok, perahu ini lebih kecil ya, Kek? ini masih digunakan untuk nelayan atau tidak, ya?" tanya Delisa.
Delisa memegang kayu kapal tersebut. Delisa mengamati bentuk dan ukuran kapal tersebut.
"Ini adalah kapal tradisional, Delisa. Perahu ini masih menggunakan tenaga manusia. Kapal ini berbeda dengan yang kamu lihat tadi. Kalau kapal yang didorong para nelayan dari daratan ke lautan tadi adalah kapal motor yang memiliki mesin. Kapal tadi memiliki ukuran lebih besar daripada kapal ini." kata kakek sambil menjelaskan perbedaan kedua kapal yang telah dilihat Delisa.
"Perlu kamu ketahui Nak, bahwa kapal bermesin merupakan bukti adanya perkembagnan alat transportasi. Khususnya alat transportasi laut yang digunakan nelayan saat mencari ikan di laut," kata kakek.
"Apakah kamu tahu, alat transportasi laut yang digunakan nenek moyang pada zaman dahulu Nak?" tanya kakek.
"APa Kek? Delisa tidak tahu,"
"Alat transportasi yang digunakan nenek moyang kita untuk menjelajah menyusuri sungai adalah rakit. Rakit adalah alat transportasi air yang paling sederhana. Sampai saat ini pengembangan teknologi kapal laut masih terus dilakukan. Ingat, negara kita adalah perairan atau maritim. Jadi, alat transportasi yang dapat mengarungi perairan sangat dibutuhkan," kata kakek.
"Wah, kapal apa yang digunakan nelayan di masa depan, yak, Kek?" tanya Delisa
"Tentu para nelayan akan menggunakan teknologi yang lebih canggih, Delisa. Jika kamu mau belajar, kamu bisa menciptakan kapal nelayan yang lebih canggih kelas," kata kakek.
Delsia tersenyum mendengar ucapan kakeknya.
"Tapi Delisa kan perempuan, kek?"
"Asal mau belajar rajin, tidak ada cita-cita yang tidak tercapai," kata kakek.
"Iya Kek," jawab Delisa
Delisa dan kakek memutuskan kembali ke penginapan. Sepanjang perjalanan Delisa dan kakek melihat banyak penjual makanan, minuman, pakaian, dan kerajinan khas di Pantai Jilbab. Banyak iklan minuman, makanan ringan, restoran, dan penginapan yang terpampang di sepanjang jalan menuju tempat parkir. Di sepanjang jalan menuju tempat parkir itu pun kakek masih menjelaskan tentang kapal pesiar, kapal selam, dan kapal-kapal modern milik negara asing. Delisa dengan senang hati mendengarkan penjelasan kakeknya.
Di tempat parkir, Delisa melihat seseorang yang sedang mengukir. Delisa tertarik melihat lebih dekat.
"Kakek, ayo kita dekati ibu itu?" ajak Delisa
Kakek menuruti kemauan Delisa. Kakek mengikuti langkah kaki Delisa menuju tempat duduk seorang ibu.
"Apa yang ibu lakukan?" tanya Delisa
"Ini, Dik. Ibu sedang membantu suami memperhalus ukiran ini," jawab ibu
"Barang apa yang ibu buat?" tanya Delisa
"Suami ibu memproduksi alas Al Qur'an dari kayu yang diukir. Alas ini diukir sendiri oleh suami ibu. Kemudian, ibu diminta memperhalus kayu ini," jawab sang ibu sambil sesekali menggosok kayu dengan kain.
"Wah, bagus ya, kek. Ukiran suami ibu ini sangat etnik.
"Iya, Delisa. Ukiran khas Aceh memang unik. Seni ukir termasuk keterampilan seni rupa. Pastilah suami ibu ini seorang perupa." jelas kakek.
"Apakah benar suami ibu seorang seniman?" tanya Delisa
"Bukan, Dik. Suami ibu bukan seniman. Suami ibu memiliki keterampilan mengukir sejak muda. Ia belajar otodidak karena membantu usaha ayahnya sejak muda," kata sang ibu.
"oh, pantas saja hasil ukirannya sangat bagus," puji Delisa.
"Mengukir membutuhkan ketelatenan dan ketelitian, Delisa. Jika kamu ingin belajar mengukir, kamu harus teliti, telaten, dan sabar. Tidak setiap orang memiliki keterampilan seperti suami ibu ini," kata kakek.
"Iya, kek. Sebenarnya Delisa ingin belajar, tetapi suami ibu tidak ada," kata Delisa dengan sedih.
"Sebaiknya kita pulang dahulu ke penginapan. Hari semakin gelap. Besok kamu kembali lagi di sini. Kamu minta tolong ayah dan ibumu untuk mengantarmu ke sini. Besok kakek ada acara reuni, jadi tidak bisa mengantarmu di tempat ini," kata Kakek.
Delisa mengangguk mendengar nasihat kakeknya. Setelah pamitan kepada ibu penjual alas Alqur'an, Delisa dan kakek menuju mobil dan kembali ke penginapan. Di Dalam mobil Delisa masih berpikir tentang seni ukir pada alas Alqur'an. Delisa ingin sekali belajar mengukir. Delisa berharap esok hari dapat kembali menemui ibu penjual alas Alqur'an bersama ayah dan ibunya.
Kunci Jawaban Halaman 205
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Apa kenampakan alam yang terdapat di Desa Susoh?
Jawaban:
Kenampakan alam yang terdapat di Desa Susoh yaitu berupa daerah perairan pantai
1. Apa kenampakan alam yang terdapat di Desa Susoh?
Jawaban:
Kenampakan alam yang terdapat di Desa Susoh yaitu berupa daerah perairan pantai
2. Seni kerajinan apa yang ingin dipelajari oleh Delisa?
Jawaban :
Seni rupa berupa karya ukiran
Jawaban :
Seni rupa berupa karya ukiran
3. Apakah mata pencaharian masyarakat Desa Susoh sesuai dengan keadaan geografisnya? jelaskan
Jawaban :
Sesuai dengan keadaan geografisnya, yaitu sebagai nelayan. Masyarakat sangat menggantungkan diri dengan hasil dari melaut
4. Bagaimana perkembangan teknologi transportasi laut dari zaman nenek moyang hingga saat ini?
Jawaban :
Jawaban :
Diantaranya adalah : zaman nenek moyang menggunakan rakit. Rakit dapat digunakan dengan tenaga manusia. Bentuknya kecil. Sementara perkembangan transportasi laut saat ini sudah menggunakan kapal yang dijalankan dengan mesin dengan bentuk kapal lebih besar
5. Mengapa budaya gotong royong masyarakat Desa Susoh dapat memperkuat persatuan dan kesatuan?
Jawaban :
Karena dilakukan oleh banyak orang secara bersama-sama
Jawaban :
Karena dilakukan oleh banyak orang secara bersama-sama
0 komentar:
Posting Komentar